Renungan :
Mrk. 1:35; Yoh. 15:5)
Mrk. 1:35; Yoh. 15:5)
Setiap
orang yang percaya kepada Yesus Kristus dan menerima Dia sebagai Tuhan
dan Juruselamat pribadinya, merupakan cabang/ranting yang menempel
pada pokok Anggur yang benar. Ranting yang menempel pada pokok anggur
akan mendapat aliran bahan makanan terus-menerus dan berbuah lebat.
Apa
akibatnya bila ranting tersebut tidak menempel atau dipotong dari
pokok anggurnya? Ranting tersebut akan layu, daunnya menguning dan
kemudian mati kekeringan. Ranting yang menempel pada pokok anggur
merupakan gambaran dari pentingnya hubungan pribadi kita dengan Tuhan
setiap hari, yang biasa disebut dengan HPDT/Saat Teduh. Hubungan/
persekutuan ini akan memberikan makanan dan kekuatan bagi kita untuk
bertumbuh dan berbuah di dalam kehidupan ini.
”Saat
teduh” adalah waktu khusus yang disediakan bagi Tuhan setiap hari.
Dalam waktu teduh ini kita berjumpa dengan Tuhan, berbicara dengan
Tuhan dalam doa, membaca, merenungkan dan melakukan apa yang akan
dikatakan/difirmankan Tuhan melalui firman-Nya. Saat teduh adalah
persekutuan yang indah dengan Tuhan setiap hari dan merupakan penyerahan
diri secara baru pada hari itu.
Bersaat
teduh dengan Tuhan setiap hari mungkin merupakan aspek kehidupan
Kristen yang paling banyak dipromosikan, namun paling sedikit
dipraktekkan. Mengapa? Ada banyak faktor penyebab mengapa orang-orang
tidak bersaat teduh secara rutin. Ada faktor kemalasan. Ada yang
beralasan sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Ada juga yang beralasan
tidak tahu cara membaca Alkitab dengan benar. Ada juga yang mengalami
kesulitan dalam memahami berita Alkitab dari masa lalu untuk diterapkan
pada masa kini. Dan sejumlah alasan lainnya.
1. Mengapa bersaat teduh?
Sedikitnya
ada lima alasan mengapa kita perlu bersaat teduh? Alasan pertama
adalah teladan Tuhan Yesus. Selama pelayanannya di muka bumi ini, Tuhan
Yesus bangun pagi-pagi benar, ketika hari masih gelap, dan pergi ke
tempat yang sunyi untuk berdoa (Mrk 1:35). Karena alasan tertentu,
Tuhan Yesus merasa bahwa saat teduh itu lebih penting daripada satu
atau dua jam untuk tidur, atau menyembuhkan atau berkhotbah. Jika Tuhan
Yesus saja memerlukan saat teduh, apalagi kita.
Alasan
kedua Tuhan merindukan persekutuan dengan kita. Ini adalah suatu hal
yang luar biasa, bahwa pencipta langit dan bumi benar-benar
menginginkan persekutuan dengan ciptaan-Nya. Raja alam semesta ini ingin
menyatakan diri-Nya dan kasih-Nya kepada kita setiap hari.
Alasan
ketiga, tanpa saat teduh yang teratur, kita tidak dapat bertumbuh
dalam iman. Orang-orang saleh yang dipakai Tuhan dari abad ke abad,
semuanya mempunyai saat teduh yang teratur. Misalnya: Daniel telah
menjadi seorang perdana menteri di sebuah kerajaan besar, tetapi ”tiga
kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya” (Dan 6:11). Musa
yang bertanggung jawab memimpin 2 juta orang Yahudi dalam perjalanan
melewati padang gurun selama 40 tahun mendapatkan kebijaksanaan dan
kekuatan melalui waktu yang diluangkan bersama Allah, sebagai saat
pertemuan antara 2 orang bersahabat. Daud, seorang tokoh perang dan
raja yang terkenal, senantiasa meluangkan waktu bersama Allah. Kitab
Mazmur berisi catatan harian saat teduhnya bersama Allah.
Alasan
keempat, saat teduh membuat kita peka. Mzm 25:14, ”TUHAN bergaul karib
dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya/maksud-Nya
diberitahukan-Nya kepada mereka.” Hubungan pribadi yang akrab dengan
Tuhan akan menimbulkan kepekaan di dalam diri kita terhadap kehendak
Tuhan. Kepekaan dan pemahaman akan kehendak Allah akan menghasilkan
perubahan sikap dan karakter di dalam kehidupan kita.
Alasan
kelima, karena Alkitab itu memiliki banyak manfaat yang penting di
dalam kehidupan orang percaya. Dalam 2 Tim. 3:16, diungkapkan beberapa
manfaat dari Alkitab, yaitu:
o
Mengajar. Apa yang diajarkan oleh Alkitab? Tentu saja kita dapat
belajar tentnng Allah yang menyatakan diri, karya dan kehendak-Nya
sampai saat ini kepada umat manusia. Kita pun dapat belajar tentang
respon manusia, baik yang positif maupun negatif, terhadap Allahnya.
o
Menyatakan kesalahan Di dalam Alkitab terdapat kebenaran yang sifatnya
universal dan kekal. Oleh karena itu, dengan membaca yang benar
(Alkitab), maka kita dapat tahu apa yang salah. Saat teduh mengoreksi
kehidupan kita.
o
Memperbaiki kelakuan. Dengan mengetahui apa yang salah, maka kita
diajak untuk memperbaiki kelakuan kita Tidak hanya kelakuan bahkan,
tetapi juga pola pikir dan tutur kata kita juga.
o
Mendidik orang dalam kebenaran. Ini adalah fungsi yang tidak kalah
pentingnya. Sebagai orang percaya, kita diharapkan untuk setia pada
kebenaran dan karenanya berupaya untuk hidup dalam kebenaran itu.
Alkitab dapat menolong kita untuk mengenal kebenaran dan mendidik kita
untuk setia pada kebenaran.
2. Waktu dalam bersaat teduh
Sebenarnya
tidak ada waktu yang paling baik dalam bersaat teduh, karena pada
dasarnya kita dapat membaca dan merenungkan Firman Tuhan kapan saja.
Sekalipun demikian, pemilihan waktu yang tepat akan sangat menentukan
proses saat teduh yang kita lakukan. Kalau begitu, kapan waktu yang
tepat itu? Tentu itu tergantung dari diri kita masing-masing. Yang
penting, ada suasana teduh dan tenang saat kita bersaat teduh. Suasana
yang demikian akan sangat menolong kita untuk berkonsentrasi dan
mendapat sesuatu dari Firman yang kita baca (bnd. Mat. 6:6).
Dalam
Mrk. 1:35, dikisahkan tentang Tuhan Yesus yang berdoa pada pagi-pagi
sekali sewaktu hari masih gelap. Tempat yang dipilih pun adalah tempat
yang tenang. Di situlah Ia dapat berkonsentrasi dalam bersaat teduh
untuk mendapatkan kekuatan spiritual guna melanjutkan karya-Nya di
dunia.
Bukan berarti bahwa
kita harus bersaat teduh pada pagi-pagi sekali, sama seperti Tuhan
Yesus, karena Tuhan Yesus juga biasa berdoa pada malam hari (Mat.
14:23, ”Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke
atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia
sendirian di situ”). Oleh karena itu, yang penting bukan kapannya,
tetapi waktu yang tepat; tepat karena ada suasana teduh dan tenang,
tepat karena kita bisa dengan sungguh-sungguh membaca Alkitab untuk
mencari tahu apa kehendak-Nya bagi kita, tepat karena kondisi fisik
kita masih memungkinkan untuk berdoa kepada-Nya. Kalau waktu yang tepat
itu adalah pagi hari, ya… lakukanlah pada pagi hari. Kalau waktu yang
tepat itu adalah malam hari, sebelum tidur, ya… lakukanlah pada malam
hari. Yang penting, kita tetap melakukan saat teduh di waktu yang
tepat.
3. Tempat bersaat teduh
Sejalan
dengan pembahasan di atas tentang waktu dalam bersaat teduh, maka
tidak ada tempat yang paling baik dalam bersaat teduh. Dalam Alkitab,
Tuhan Yesus berkali-kali berdoa di sebuah bukit, di tempat yang sunyi
(bnd. Mat. 14:23; Mrk. b:46; Luk. 6:12). Mengapa bukit menjadi tempat
favorit-Nya? Yang pasti, bukit dipilih bukan karena tempat itu lebih
tinggi dan karenanya lebih dekat ke sorga atau dengan kata lain doanya
lebih cepat didengar oleh Allah Bapa.
Tempat
itu dipilih karena menyediakan suasana yang teduh dan tenang. Suasana
itu adalah prasyarat bagi saat teduh yang baik dan berkualitas.
Lagipula, dalam kesempatan yang lain, Tuhan Yesus menyuruh para
pendengar-Nya untuk berdoa di kamar yang terkunci (Mat. 6:6). Di balik
pengajaran itu, sebenarnya terkandung pemahaman bahwa saat teduh itu
harus dilakukan dalam suasana yang teduh, tenang, serta bukan dalam
semangat untuk memamerkan kepada orang lain bahwa diri kita adalah orang
yang saleh, yang ditunjukkan dengan seringnya berdoa (bersaat teduh).
Jadi, dapat dikatakan bahwa tempat yang baik dalam bersaat teduh adalah
tempat yang menyediakan suasana teduh dan tenang. Oleh karena itu,
kita tidak terikat pada kamar di rumah kita. Kita juga bisa bersaat
teduh di villa saat retreat pribadi misalnya. Hal yang penting adalah
bahwa tempat itu haruslah mendukung kita bersaat teduh secara
berkualitas.
4. Langkah-langkah praktis dalam bersaat teduh
Sebenarnya,
ada sejumlah langkah praktis untuk melakukan saat teduh, misalnya:
diawali dan diakhiri dengan nyanyian. Tetapi secara umum, bersaat teduh
dapat dilakukan dengan langkah demikian:
a.
Berdoalah. Sebelum kita membaca dan merenungkan Firman Tuhan,
diharapkan kita berdoa terlebih dahulu. Kita berdoa supaya Roh Kudus
memberi penerangan kepada kita, sehingga bagian Alkitab yang kita baca
sungguh-sungguh memberi arti dan makna bagi hidup kita. Kita pun
dimampukan untuk memahami berita Alkitab dari masa lalu untuk diterapkan
pada masa kini. Jadi, untuk memahami isi Alkitab diperlukan bantuan
Allah sendiri, tidak bisa dan tidak boleh bergantung pada pengertian
diri sendiri.
b. Bacalah.
Saat ini, ada daftar bacaan harian yang diterbitkan oleh LAI selama
setahun (biasanya juga dicantumkan dalam warta jemaat mingguan). Atau,
kalau kita tidak mempunyainya, kita dapat memanfaatkan daftar bacaan
yang tertera dalam buku renungan yang biasa kita pakai (spt: Saat
Teduh, Renungan Harian, Santapan Harian, dsb). Dalam membaca Aikitab,
tentu kita tidak boleh tergesa-gesa, sehingga kita tidak bisa menangkap
maknanya. Membaca Alkitab tidak sama seperti membaca buku komik, yang
dapat dibaca sekilas saja.
c.
Renungkanlah. Seusai kita membaca Alkitab, ada baiknya kita
merenungkan terlebih dahulu hal-hal di bawah ini. Ada baiknya kita tidak
langsung membaca buku renungan yang kita punyai. Buku itu hanya
menolong kita saja. Oleh karena itu, yang penting adalah proses
pemaknaan secara pribadi terhadap teks Alkitab yang kita baca.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat menolong kita untuk merenungkan
teks Alkitab itu secara pribadi, yaitu:
- Apa saja yang kubaca. ada peristiwa apa? Hal apa yang menarik? Siapa
yang menjadi tokoh atau pusat berita? Adakah kaitan dengan ayat atau
perikop sebelumnya?
- Apa
pesan yang Allah sampaikan kepadaku melalui nas tadi. adakah janji
terungkap di sana? Apakah Allah memberi peringatan dalam ayat itu?
Adakah teladan yang bisa kita pelajari? Dst.
- Apa responku adakah hal-hal spesifik dalam hidupku kini yang disoroti
oleh pesan Firman Tuhan tsb.? Apa responku terhadap firman itu agar
menjadi bagian dari hidupku?
d.
Bandingkanlah hasil perenungan pribadi kita dengan buku renungan yang
kita miliki. Kalau ternyata hasilnya berbeda, jangan kecil hati. Bukan
berarti kita salah dalam memahami pesan Firman Tuhan. Perbedaan itu
justru memperkaya pemahaman yang bisa kita dapat dari teks Alkitab yang
dibaca.
e. Berdoalah
kembali di akhir perenungan kita. Kita berdoa supaya pesan Firman Tuhan
itu dapat terus kita ingat dan lakukan. Kita pun boleh mendoakan
berbagai hal lainnya, spt: kegiatan di sepanjang hari yang akan kita
lalui (kalau saat teduh dilakukan pagi hari); kegiatan yang sudah kita
lakukan (pada malam hari); keluarga yang kita kasihi dsb.
f.
Periksalah apakah kita sudah melakukan pesan Firman Tuhan itu dalam
kehidupan sehari-hari. Jika kita bersaat teduh di pagi hari, maka kita
dapat memeriksa diri kita pada malam harinya. Jika kita bersaat teduh di
malam hari, maka kita dapat memeriksa diri pada keesokan malamnya saat
kita bersaat teduh kembali. Langkah ini menjadi penting, sebagai
proses evaluasi diri dan juga mengingatkan kita untuk terus termotivasi
melakukan dan memberlakukan Firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Penutup: Clip ”Priority”
Apakah
kita terlalu sibuk? Warren dan Ruth Myers di dalam bukunya yang
berjudul ”How to Have A Quiet Time?” mengatakan, “Bila Allah benar-benar
penting bagi kita, kita pasti akan menyediakan waktu bagi Dia. Kalau
tidak, kita adalah orang Kristen yang gagal.” Langkah untuk memulai saat
teduh adalah tindakan. Karena kita berada dekat dengan Tuhan sedekat
yang kita sendiri pilih, bukan sedekat yang kita inginkan.” Cerah atau
mendungnya kehidupan kita sepanjang hari itu, tergantung bagaimana kita
mengawalinya. Oleh karena itu marilah kita mengawali hari-hari kita
bersama dengan Tuhan di dalam saat teduh. Amin
Penginjil
Robert Summer dalam bukunya yang berjudul, “The Wonder of the Word of
Godhttps://kompelsuspemuda.blogspot.com” menceritakan tentang seorang warga Kansas, korban ledakan. Ia
tidak menyebutkan namanya. Hanya dikatakannya wajahnya rusak, matanya
menjadi buta, dan kedua tangannya putus. Ia baru saja menjadi seorang
Kristen. Kekecewaan terbesarnya adalah kondisinya tidak lagi
memungkinkannya meneruskan kesukaannya membaca Alkitab.
Pada
suatu hari, ia mendengar mengenai seorang wanita di Inggris yang dapat
membaca huruf braille dengan memakai bibirnya. Dengan harapan dapat
melakukan hal yang sama, dia memesan Alkitab dalam huruf braille.
Tetapi ternyata dia mendapati bahwa syaraf pada ujung bibirnya pun
tidak dapat berfungsi (tidak peka) lagi sebagaimana mestinya. Jadi, ia
tidak dapat membedakan huruf-huruf braille itu. Dalam keputusasaan, ia
terus mencoba dan mencoba. Hingga pada suatu hari, ketika ia sedang
mencoba membaca huruf-huruf braille dengan bibirnya, lidahnya secara
tidak sengaja menyentuh beberapa huruf. Betapa kaget dan senangnya dia,
“Aku dapat membaca dengan lidahku.” Saat kisah ini diceritakan
Summer, orang itu sudah 4 kali membaca seluruh Alkitab dengan
menggunakan … lidahnya.
Post a Comment